Minggu, 08 Maret 2020

KEGAWADARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL



1.         Pengertian Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Ø  Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan,  2011).
Ø  Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
Ø  Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).
Ø  Kegawatdaruratan maternal adalah perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat  cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, molahidatidosa, kehamilan ekstra uteri/ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, sulosio plasenta, rupture uteri,perdarahan persalinan pervaginam  setelah seksio secarea, rentensio plasenta atau plasenta incomplete, perdarahan pasacapersaliinan, hematoma, koagulopati obstetric).
Ø  Kasus gawatdarurat obstetric adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)
Ø  Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan  manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau, 2006).
Ø  Kegawatdaruratan neonatal adalah keadaan yang mengancam nyawa neonatus (hiportemi, hipertermia, hiperglikemia, Tetanus Neonaturum).
Ø  Penanganan kegawatdaruratan obstetrik tidak hanya membutuhkan sebuah tim medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan.
2.         Ruang Lingkup Gadar Maternal
a.          Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat  cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan :
1)          Abortus,
2)          Molahidatidosa,
3)          Kehamilan ekstra uteri/Kehamilan ektopik)
b.          Perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan:
1)          Plasenta previa,
2)          Sulosio plasenta,
3)          Rupture uteri,
4)          Perdarahan persalinan pervaginam  setelah seksio secarea,
5)          Rentensio plasenta atau plasenta incomplete,
6)          Perdarahan pasaca persaliinan,
7)          Hematoma,
8)          Koagulopati obstetric
3.         Ruang Lingkup Gadar Neonatal
a.       Hiportemi,
b.       Hipertermia,
c.        Hiperglikemia,
d.       Tetanus Neonaturum

Kegawatdaruratan Maternal
1.       Abortus
a.       Definisi abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawiroharjo, 2006).
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20 ming
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.
b.       Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1)          Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2)          Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3)          Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4)          Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.

c.        Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
1)             Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
2)             Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
3)             Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
4)             Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5)             Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6)             Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
7)             Abortus Infeksius
Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
8)             Abortus Septik
Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu




2.       Mola Hidatidosa
a.          Definisi
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
b.          Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:
1.       Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
2.       Imunoselektif dari trofoblast
3.       Keadaan sosioekonomi yang rendah
4.       Paritas tinggi
5.       Kekurangan protein
6.       Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
c.           Klasifikasi
1.       Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh adanya, antara lain:
1)          Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
2)          Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
3)          Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
4)          Tidak adanya janin dan amnion
Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
1)             Mola Sempurna Androgenetic
a)       Homozygous
Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan

b)       Heterozygous
Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan. Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan dua sperma.
2)             Mola Sempurna Biparental
Genotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan. Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat.
2.       Mola Hidatidosa Parisal
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic.

3.       Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
a.          Definisi
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum uteri.
b.          Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.
c.           Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1)       Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen bagian atas.
2)       Abdomen tegang.
3)       Mual.
4)       Nyeri bahu.
5)       Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
d.          Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).

4.       Plasenta Previa
a.       Definisi
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
b.       Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa
a.       Perdarahan tanpa nyeri
b.       Perdarahan berulang
c.        Warna perdarahan merah segar
d.       Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e.       Timbulnya perlahan-lahan
f.         Waktu terjadinya saat hamil
g.       His biasanya tidak ada
h.       Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i.         Denyut jantung janin ada
j.         Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k.        Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l.         Presentasi mungkin abnormal.
c.        Diagnosis
1)             Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
2)             Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3)             Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4)             Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5)             Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
6)             Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
d.       Klasifikasi
1)       Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
2)       Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
3)       Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4)       Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus tetapi

5.       Solusio (Abrupsio) Plasenta
a.       Definisi
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir .
b.       Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
1)       Penyakit hipertensi menahun
2)       Pre-eklampsia
3)       Tali pusat yang pendek
4)       Trauma
5)       Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior uterus yang sangat mengecil hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1)       Umur lanjut
2)       Multiparitas
3)       ketuban pecah sebelum waktunya
4)       defisiensi asam folat
5)       merokok, alcohol, kokain
6)       mioma uteri
c.        Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1)       solusio placenta ringan
2)       solusio placenta sedang
3)       solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
d.       Gejala klinis
1)       Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2)       Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
3)       Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4)       Palpasi sukar karena rahim keras.
5)       Fundus uteri makin lama makin naik
6)       Bunyi jantung biasanya tidak ada
7)       Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah
8)       Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
e.       Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta.

6.       Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir.  Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
a.             Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1)          Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2)          Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3)          Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
b.             Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1)             Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
a)       Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b)       Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium.
c)       Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus serosa.
d)       Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
2)             Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)

7.       Pre-eklamsia
a.       Pengertian Pre-Eklamsia
Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre-eklamsia dan eklamsia, merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Pre eklamasi diikuti dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin dan oedema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998).
Diagnosis pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipertensi dan proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 Kg seminggu berapa kali. Oedema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. (Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta, 2000)
b.       Penyebab pre-eklamsia
Penyebab pre-eklamsi belum diketahui secara pasti, banyak teori yang coba dikemukakan para ahli untuk menerangkan penyebab, namun belum ada jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai adalah teori Iskhemik plasenta. Namun teori ini juga belum mampu menerangkan semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini. (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998)
c.        Klasifikasi Pre-Eklamsia
Pre-eklamsia digolongkan menjadi 2 golongan :
1)          Pre-eklamsia ringan :
a)          Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2 kali pengukuran berjarak 1jam atau tekanan diastolik sampai 110mmHg.
b)          Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau mencapai 140 mmHg.
c)          Protein urin positif 1, edema umum, kaki, jari tangan dan muka. Kenaikan BB > 1Kg/mgg. 2) Pre-eklampsia berat : a) Tekanan diastolik >110 mmhg, Protein urin positif 3, oliguria (urine, 5gr/L). b) Hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat edema dan sianosis, nyeri kepala, gangguan kesadaran
d.       Gangguan klinis pre-eklamsia
1)       Sakit kepala terutama daerah frontal
2)       Rasa nyeri daerah epigastrium
3)       Gangguan penglihatan
4)       Terdapat mual samapi muntah
5)       Gangguan pernafasan sampai sianosis
6)       Gangguan kesadaran
e.       Diagnosa pre-eklamsia
Pada umumnya diagnosis diferensial antara pre-eklamsia dengan hipertensi manahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil pada keadaan muda atau bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong. Proteinuria pada pre-eklamsia jarang timbul sebelum TM ke 3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dulu
f.         Pencegahan pre-eklamsia
Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-eklamsia. Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diit tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium dan lain-lain). Atau medikamentosa (teofilin, antihipertensi, diuretic, aspirin, dll) dapat mengurangi timbulnya pre-eklamsia

8.       HPP (Hemorrhagic Post Partum)
a.       Pengertian HPP
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak
b.       Penyebab HPP
1)       Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
2)       Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus
3)       Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir
c.        Klasifikasi HPP
1)       Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2)       Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama
d.       Diagnosa HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
e.       Pencegahan dan Penanganan HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi. Penanganan umum pada perdarahan post partum :
a.          Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
b.          Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
c.           Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
d.          Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
e.          Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
f.            Atasi syok
g.          Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
h.          Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
i.            Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
j.            Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
k.           Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik

Kegawatdaruratan Maternal
a.             Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
a.          Mencegah hipotermia
b.          Mengenal bayi dengan hipotermia
c.           Mengenal resiko hipotermia
d.          Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
a.          Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b.          Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
c.           Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

b.             Hipertermia            
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.

c.             Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.

d.             Tetanus Neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
1)             Bersihkan jalan napas,
2)             longgarkan atau buka pakaian bayi,
3)             masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi,
4)             ciptakan lingkungan yang tenang dan
5)             berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.



DAFTAR PUSTAKA

1.          Prof. Dr. Winjosastro Hanifa, SpOG.2005. Ilmu Kebidanan, Cetakan ketujuh, Edisi Ketiga, Jakarta : Pustaka Sarwono Prawirohadjo. Yayasan Bina.
2.          Prof.Dr. Heller Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri, cetakan kelima, Edisi pertama, Jakarta : Buku Kedokteran.
3.          Prof. Dr. Basri Saifuddin, SpOG, Mph.2002. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SYOK OBSTETRI

      Definisi Syok adalah ketidakseimbangan antara volume darah yang beredar dan ketersediaan sistem vaskular bed , sehingga menyebab...