1.
Pengertian
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Ø Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara
tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011).
Ø Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan
tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/
nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
Ø Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang
terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran.
Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam
keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).
Ø Kegawatdaruratan maternal
adalah perdarahan yang mengancam nyawa selama
kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada
minggu awal kehamilan (abortus, molahidatidosa, kehamilan ekstra uteri/ektopik)
dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta
previa, sulosio plasenta, rupture uteri,perdarahan persalinan pervaginam
setelah seksio secarea, rentensio plasenta atau plasenta incomplete, perdarahan pasacapersaliinan, hematoma, koagulopati obstetric).
Ø Kasus gawatdarurat obstetric adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama
kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)
Ø Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir
yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam
mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang
bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau, 2006).
Ø Kegawatdaruratan neonatal adalah keadaan yang mengancam
nyawa neonatus (hiportemi, hipertermia, hiperglikemia, Tetanus Neonaturum).
Ø Penanganan kegawatdaruratan obstetrik tidak hanya membutuhkan sebuah tim medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi
lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus
kegawatdaruratan.
2.
Ruang
Lingkup Gadar Maternal
a.
Perdarahan yang mengancam nyawa selama
kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada
minggu awal kehamilan :
1)
Abortus,
2)
Molahidatidosa,
3)
Kehamilan ekstra uteri/Kehamilan ektopik)
b.
Perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati
cukup bulan:
1)
Plasenta previa,
2)
Sulosio plasenta,
3)
Rupture uteri,
4)
Perdarahan persalinan pervaginam setelah seksio
secarea,
5)
Rentensio plasenta atau plasenta incomplete,
6)
Perdarahan pasaca persaliinan,
7)
Hematoma,
8)
Koagulopati obstetric
3.
Ruang
Lingkup Gadar Neonatal
a. Hiportemi,
b. Hipertermia,
c.
Hiperglikemia,
d. Tetanus Neonaturum
Kegawatdaruratan Maternal
1. Abortus
a. Definisi
abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh
akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu
atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawiroharjo,
2006).
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia
kehamilannya kurang dari 20 ming
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore,
tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan
plasenta dan kemungkinan kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per
vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi
peritoneum, dan kemungkinan syok.
b. Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa
terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1)
Kelainan pertumbuhan hasil
konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini
antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan
yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi
janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2)
Kelainan pada plasenta.
Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang
disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3)
Faktor ibu seperti penyakit
penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus,
anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4)
Kelainan yang terjadi pada
organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim
terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke
depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
c.
Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
1)
Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah
keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
2)
Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah
keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
3)
Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam
yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi
masih berada lengkap di dalam rahim.
4)
Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan,
terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik di dalam rahim.
5)
Missed
Abortion
Abortus yang ditandai dengan
embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu
dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6)
Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak
tiga kali berturut turut atau lebih.
7)
Abortus Infeksius
Abortus yang disertai infeksi
organ genitalia.
8)
Abortus Septik
Abortus yang terinfeksi dengan
penyebaran mikroorganisme dan produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu
2. Mola Hidatidosa
a.
Definisi
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu
massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola
Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya
mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema
vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang
intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai
tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak,
dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
b.
Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa
tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan
mendukung terjadinya mola, antara lain:
1.
Faktor ovum, di mana ovum
memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
2.
Imunoselektif dari trofoblast
3.
Keadaan sosioekonomi yang
rendah
4.
Paritas tinggi
5.
Kekurangan protein
6.
Infeksi virus dan faktor
kromosom yang belum jelas
c.
Klasifikasi
1.
Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi
suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit
dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok
menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh adanya, antara
lain:
1)
Degenerasi hidrofobik dan
pembengkakan stroma vilus
2)
Tidak adanya pembuluh darah di
vilus yang membengkak
3)
Proliferasi epitel tropoblas
dengan derajat bervariasi
4)
Tidak adanya janin dan amnion
Mola
sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya
46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola
sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
1)
Mola Sempurna Androgenetic
a)
Homozygous
Merupakan
80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal identik,
didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu
perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan
b)
Heterozygous
Merupakan
20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan. Semua kromosom
berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan dua
sperma.
2)
Mola Sempurna Biparental
Genotip
ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga
hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan.
Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya
diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah
kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada
kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset
gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna
yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan
perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan
cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus
mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini
diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7%
pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat.
2.
Mola
Hidatidosa Parisal
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan
mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang
berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara
villi-villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih
berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi
klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda
dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni
Perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial,
jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada
villi merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu
69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi
kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga
biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik
hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic.
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
a.
Definisi
Kehamilan ektopik adalah
implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum uteri.
b.
Penyebab
Gangguan ini adalah
terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada jalan yang melewati
tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi kehamilan di
ovarium.
c.
Tanda
dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa
dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat dan akut (rupture
tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol
dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya
sebagai berikut:
1) Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen
bagian atas.
2) Abdomen tegang.
3) Mual.
4) Nyeri bahu.
5) Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan
ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg, wajah tampak
kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas
pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
d.
Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya
amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per vagina tidak teratur
(tidak selalu).
4. Plasenta Previa
a.
Definisi
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir
b. Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada
dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa
tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa
didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang
dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau
diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi
sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran
klinis plasenta previa
a.
Perdarahan tanpa nyeri
b.
Perdarahan berulang
c.
Warna perdarahan merah segar
d.
Adanya anemia dan renjatan
yang sesuai dengan keluarnya darah
e.
Timbulnya perlahan-lahan
f.
Waktu terjadinya saat hamil
g.
His biasanya tidak ada
h.
Rasa tidak tegang (biasa) saat
palpasi
i.
Denyut jantung janin ada
j.
Teraba jaringan plasenta pada
periksa dalam vagina
k.
Penurunan kepala tidak masuk
pintu atas panggul
l.
Presentasi mungkin abnormal.
c.
Diagnosis
1)
Anamnesis. Perdarahan jalan
lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada
multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis,
melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
2)
Pemeriksaan Luar. Bagian bawah
janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya
kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar
didorong ke dalam pintu atas panggul.
3)
Pemeriksaan In Spekulo.
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum
uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.
4)
Penentuan Letak Plasenta Tidak
Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan
radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak
plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya
radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5)
Pemeriksaan Ultrasonografi.
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi
plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
6)
Diagnosis Plasenta Previa
Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secara
langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada
ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya
menetukan diagnosis.
d. Klasifikasi
1)
Plasenta Previa otalis, apabila
seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
2)
Plasenta Previa Parsialis, apabila
sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
3)
Plasenta Previa Marginalis,
apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4)
Plasenta Letak Rendah, Plasenta
yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus tetapi
5. Solusio (Abrupsio) Plasenta
a.
Definisi
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta
yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
lahir .
b. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun
demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
1)
Penyakit hipertensi menahun
2)
Pre-eklampsia
3)
Tali pusat yang pendek
4)
Trauma
5)
Tekanan oleh rahim yang
membesar pada vena cava inferior uterus yang sangat mengecil hidramnion pada
waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas,
ada juga pengaruh dari :
1)
Umur lanjut
2)
Multiparitas
3)
ketuban pecah sebelum waktunya
4)
defisiensi asam folat
5)
merokok, alcohol, kokain
6)
mioma uteri
c.
Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta
dibagi dalam :
1)
solusio placenta ringan
2)
solusio placenta sedang
3)
solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat
berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya placenta. Pada
solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah
solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak
keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta.
Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah
masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
d. Gejala klinis
1) Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2) Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
3) Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah
dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang
(uterus en bois).
4) Palpasi sukar karena rahim keras.
5) Fundus uteri makin lama makin naik
6) Bunyi jantung biasanya tidak ada
7) Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus
bertambah
8) Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
e. Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang
bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan
adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari
hematom retroplasenta.
6. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Retensio
Plasenta adalah keadaan dimana plasenta
belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta
lengkap.
a.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1)
Kelainan dari uterus sendiri,
yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya
kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction
ring.
2)
Kelainan dari placenta dan
sifat perlekatan placenta pada uterus.
3)
Kesalahan manajemen kala tiga
persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya
pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian
uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi
uterus.
b.
Sebab-sebab
terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1)
Plasenta belum terlepas dari
dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi
jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas
sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat
perlekatannya dibagi menjadi:
a)
Plasenta adhesiva, melekat
pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b)
Plasenta inkreta, vili
khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium.
c)
Plasenta akreta, menembus
lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus serosa.
d)
Plasenta perkreta, menembus
sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
2)
Plasenta sudah lepas dari
dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha
untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (plasenta inkarserata)
7. Pre-eklamsia
a. Pengertian
Pre-Eklamsia
Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre-eklamsia dan eklamsia, merupakan kesatuan penyakit, yakni yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu
terjadi. Pre eklamasi diikuti dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin
dan oedema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo,
Fak. UI Jakarta, 1998).
Diagnosis pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga
gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipertensi dan
proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 Kg
seminggu berapa kali. Oedema terlihat sebagai peningkatan berat badan,
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah > 140/90 mmHg atau
tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang
diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. (Kapita Selekta Kedokteran,
Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta, 2000)
b. Penyebab
pre-eklamsia
Penyebab
pre-eklamsi belum diketahui secara pasti, banyak teori yang coba dikemukakan
para ahli untuk menerangkan penyebab, namun belum ada jawaban yang memuaskan. Teori
yang sekarang dipakai adalah teori Iskhemik plasenta. Namun teori ini juga
belum mampu menerangkan semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini. (Ilmu
Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998)
c.
Klasifikasi Pre-Eklamsia
Pre-eklamsia
digolongkan menjadi 2 golongan :
1)
Pre-eklamsia ringan :
a)
Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90
mmHg dengan 2 kali pengukuran berjarak 1jam atau tekanan diastolik sampai
110mmHg.
b)
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau
mencapai 140 mmHg.
c)
Protein urin positif 1, edema umum, kaki, jari tangan
dan muka. Kenaikan BB > 1Kg/mgg. 2) Pre-eklampsia berat : a) Tekanan
diastolik >110 mmhg, Protein urin positif 3, oliguria (urine, 5gr/L). b)
Hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat edema dan
sianosis, nyeri kepala, gangguan kesadaran
d. Gangguan klinis
pre-eklamsia
1)
Sakit kepala terutama daerah frontal
2)
Rasa nyeri daerah epigastrium
3)
Gangguan penglihatan
4)
Terdapat mual samapi muntah
5)
Gangguan pernafasan sampai sianosis
6)
Gangguan kesadaran
e. Diagnosa
pre-eklamsia
Pada umumnya
diagnosis diferensial antara pre-eklamsia dengan hipertensi manahun atau
penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun
adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil pada keadaan muda atau bulan
postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Untuk diagnosis
penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong. Proteinuria pada
pre-eklamsia jarang timbul sebelum TM ke 3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul
lebih dulu
f.
Pencegahan pre-eklamsia
Belum ada
kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-eklamsia. Beberapa penelitian
menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diit tinggi protein,
suplemen kalsium, magnesium dan lain-lain). Atau medikamentosa (teofilin,
antihipertensi, diuretic, aspirin, dll) dapat mengurangi timbulnya pre-eklamsia
8. HPP (Hemorrhagic Post Partum)
a.
Pengertian HPP
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan
banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat
kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi
dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah
yang sangat banyak
b.
Penyebab HPP
1)
Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri
uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab
utama dari perdarahan post partum.
2)
Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam
uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus
3)
Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana
plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir
c.
Klasifikasi HPP
1)
Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum
hemarrhage) Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya
adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir.
Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2)
Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late
postpartum hemorrhage) Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama
d.
Diagnosa HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan,
maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di
vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya
kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari
perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
e.
Pencegahan dan Penanganan HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum
adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila
persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada
yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak
lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
a.
Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat
masuk)
b.
Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan
bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
c.
Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca
persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4
jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
d.
Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
e.
Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan
apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
f.
Atasi syok
g.
Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan
darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus
20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
h.
Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi
kemungkinan robekan jalan lahir.
i.
Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku
darah.
j.
Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan
input-output cairan
k.
Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik
Kegawatdaruratan Maternal
a.
Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua
kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai
250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan
awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia),
terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan
menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori
tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan
intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas,
asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan
cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu
lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
a.
Mencegah hipotermia
b.
Mengenal bayi dengan
hipotermia
c.
Mengenal resiko hipotermia
d.
Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
a.
Hipotermia sedang (suhu tubuh
320C - <360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki
teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna
tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b.
Hipotermia berat (suhu tubuh
< 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama dengan hipotermia
sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung
lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
c.
Stadium lanjut hipotermia,
tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang,
bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama
pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
b.
Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan
termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap
lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi,
hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera
untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat
stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu
lama dengan benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme
penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh
naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi.
Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang
merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh
darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak.
Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang
terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala,
dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing,
terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga
muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan
darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat
atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa
korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai
organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.
c.
Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah
tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah
berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh
diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan
karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel.
Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena
kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat
sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan
glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara
lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering
buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit
terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi
(pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.
d.
Tetanus Neonaturum
Tetanus neonaturum adalah
penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena
basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara
laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut
ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang
disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku,
dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus
sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat
diberikan :
1)
Bersihkan jalan napas,
2)
longgarkan atau buka pakaian
bayi,
3)
masukkan sendok atau tong
spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi,
4)
ciptakan lingkungan yang
tenang dan
5)
berikan ASI sedikit demi
sedikit saat bayi tidak kejang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prof. Dr. Winjosastro Hanifa, SpOG.2005. Ilmu
Kebidanan, Cetakan ketujuh, Edisi Ketiga, Jakarta : Pustaka Sarwono
Prawirohadjo. Yayasan Bina.
2.
Prof.Dr. Heller Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi
dan Obstetri, cetakan kelima, Edisi pertama, Jakarta : Buku Kedokteran.
3.
Prof. Dr. Basri Saifuddin, SpOG, Mph.2002. Buku
panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar